Have You Heard of Sisu?

Have You Heard of Sisu?

Halo, pembaca The Ilagularity.

Tempo hari, saya baru saja menamatkan buku berjudul “The Finnish Way: Finding Courage, Wellness, and Happiness Through the Power of Sisu” karya Katja Pantzar.

Perjumpaan saya dengan buku ini murni sebuah ketidaksengajaan. Saya kebetulan melihatnya di beranda akun Pinterest saya.

Tertarik dengan ilustrasi super imut di sampul depannya, saya putuskan untuk menyelaminya.

Sejujurnya, saya memiliki nol persen pengetahuan tentang sisu.

Jangankan tahu, sekadar mendengar istilah tersebut saja belum pernah.

Nah, tidak heran jika keingintahuan saya menggelegak, ingin cepat-cepat mengetahui makna sebenarnya dari terminologi itu.

Lantas, apa itu sisu?

Sebetulnya, sulit untuk mengungkapkan dengan pasti apa itu sisu. Sebab, di dalam Bahasa Inggris sendiri saja, belum ada padanan kata yang tepat untuk mendeskripsikan sisu secara akurat.

Namun, ditilik dari sejarahnya, sisu pertama kali tercatat dalam media berbahasa Inggris yang diterbitkan oleh majalah Time edisi 8 Januari 1940.

Bunyinya kira-kira seperti ini (kalau diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):

“Orang Finlandia memiliki sesuatu yang mereka sebut sisu. Itu adalah gabungan dari keberanian dan ketabahan, keganasan dan keuletan, kemampuan untuk terus berjuang setelah kebanyakan orang berhenti, dan untuk bertarung dengan keinginan untuk menang. Orang Finlandia menerjemahkan sisu sebagai "semangat Finlandia", tetapi itu adalah kata yang jauh lebih kejam dari itu. Minggu lalu, Finlandia memberi dunia contoh yang baik tentang sisu dengan membawa perang ke wilayah Rusia di satu sisi sementara di sisi lain mereka menahan serangan tanpa ampun oleh Angkatan Darat Rusia yang diperkuat. Di hutan belantara yang membentuk sebagian besar perbatasan Rusia-Finlandia antara Danau Laatokka dan Samudra Arktik, orang Finlandia pasti berada di atas angin.”

Mencengangkan, bukan?

Di samping itu, sisu juga seringkali dijabarkan sebagai tekad yang kuat, ketahanan, ketabahan, ketekunan, keberanian, kegigihan, dan keuletan dalam diri seseorang.

Dalam hal ini, banyak orang dengan gampangnya menyamakan sisu dengan ketekunan dan ketahanan. Nyatanya, ketiga nilai tersebut sangat berbeda antara satu sama lain.

Ketekunan umumnya dikaitkan dengan pendirian seseorang untuk tidak lekas menyerah. Nilai ini bersifat jangka panjang.

Sementara itu, ketahanan lebih menyerupai gagasan untuk lekas pulih atau bangkit kembali ke keadaan semula, terutama setelah menghadapi suatu permasalahan pelik.

Sisu, di sisi lain, condong ke perasaan di mana seseorang sanggup melampaui batasannya, baik itu secara mental ataupun fisik, khususnya dalam menyikapi cobaan atau saat-saat menegangkan yang dialaminya.

Jadi, sisu tidak melulu tentang menyembuhkan diri sendiri, tetapi lebih kepada perkembangan diri.

Sampai di sini, apakah sisu sudah lebih bisa dipahami?

Kembali ke buku karangan Katja, saya menyadari sesuatu begitu saya mencapai halaman terakhir.

Di luar dugaan kita, sisu mungkin telah banyak menemani kita dalam keseharian kita belakangan ini, terlebih di tengah-tengah masa serba sulit seperti sekarang.

Kita barangkali mendapati diri ini menjadi semakin giat membudidayakan sisu di masa pandemi.

Secara kebetulan, sisu sangat berkaitan dengan kesejahteraan kita, baik itu yang sifatnya secara fisik maupun mental.

Tetapi, andai Kawan belum sepenuhnya merasakan kehadiran sisu di dalam diri Anda, mungkin tidak ada momen yang lebih tepat daripada sekarang untuk menjajalnya.

Di bukunya, Katja menawarkan segudang trik memotivasi bagi orang awam yang tertarik untuk menerapkan sisu di keseharian mereka.

Tentu, saya tidak mau ketinggalan untuk mencobanya pula. Saya pun teramat ingin menemukan keberanian, keuletan, dan kebahagiaan bagi diri saya sendiri selama masa-masa sulit ini.

Lalu, bagaimana kita bisa menggunakan sisu sebagai jalan hidup kita lewat cara-cara sederhana?

1. Temukan kesempatan untuk melakukan latihan “insidental” dan pandang bergerak aktif sebagai sumber kesembuhan dari berbagai jenis penyakit

Have You Heard of Sisu

Ngomong-ngomong soal insidental, saya selalu menjumpai kata tersebut disandingkan dengan “SPP”, bukannya latihan atau olahraga.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), insidental merupakan sebuah kata sifat yang menerangkan tentang peristiwa atau kegiatan yang terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu saja, cenderung tidak direncanakan, tidak rutin atau tetap melainkan sewaktu-waktu.

Jadi, “latihan insidental" yang dimaksudkan dalam konsep sisu kurang lebih bisa dimaknai sebagai "olahraga yang cenderung kurang terstruktur daripada serangkaian aktivitas spesifik yang direncanakan."

Sederhananya, meminjam kacamata sisu, olahraga tidak melulu berupa yoga, Zumba, apalagi nge-gym.

Olahraga juga bisa mengambil bentuk aktivitas-aktivitas harian, seperti membersihkan rumah, memilih naik-turun tangga ketimbang menggunakan lift, atau berjalan kaki dari dan ke halte bus.

Kalau boleh jujur, sudah sangat lama sejak terakhir kali saya bepergian tanpa mengendarai sepeda motor, bahkan ke tempat tujuan yang tergolong dekat sekalipun.

Ada satu anggapan merusak yang bercokol di benak saya: kalau segala sesuatunya bisa dilakukan dengan semudah mungkin, mengapa saya justru harus repot-repot memilih metode-metode yang merepotkan?

Tetapi, tanpa kita sadari, gaya hidup yang katanya “anti repot” ini lama-kelamaan akan berbalik menyerang kita.

Buktinya, segudang hasil penelitian (salah satunya yang satu ini, nih) berhasil menunjukkan adanya korelasi positif antara minimnya pergerakan tubuh dengan penyakit-penyakit akut.

WHO, atau Organisasi Kesehatan Dunia, juga mendukung temuan-temuan itu.

Ditegaskan bahwasanya sedentary lifestyle (gaya hidup kurang bergerak) meningkatkan risiko kita terserang diabetes, obesitas, kanker usus, tekanan darah tinggi, sampai depresi dan kecemasan berlebih (untuk lebih lengkapnya lagi boleh Kawan baca di sini).

Duh, ngeri!

Lain halnya ketika kita rajin bergerak.

Menerapkan sisu berarti kita secara sengaja menolak memilih cara yang lebih mudah dan nyaman, karena kita tahu ada faedah di balik kesulitan dan ketidaknyamanan tersebut.

Selain itu, orang Finlandia juga memandang gerakan sebagai obat (movement as medicine), dengan banyak dokter di Finlandia yang meresepkan olahraga ketimbang pil kepada sebagian besar pasiennya.

Mengutip pernyataan Profesor Ilkka M. Vuori yang tercantum di dalam “The Finnish Way: Finding Courage, Wellness, and Happiness Through the Power of Sisu”:

“Pergunakanlah kesempatan apa pun, meskipun waktunya singkat dan melibatkan gerakan yang ringan-ringan saja. Jangan mencoba mencari cara untuk menghindari pergerakan dan aktivitas harian di rumah, kantor, perjalanan ke kantor, atau di waktu luang.”

Menggerakkan tubuh kita, bahkan dalam jumlah yang terkecil sekalipun, dapat menimbulkan perbedaan yang amat besar bagi kesehatan kita.

Saya, yang notabene juga bukan seorang pecinta olahraga, melihat petuah ini sebagai alternatif yang menarik dari pilihan-pilihan yang ada pada umumnya.

Kita tidak mesti melakukan olahraga-olahraga fitness yang keras demi meningkatkan kebugaran tubuh.

Setiap hari, kita dapat melakukan latihan-latihan “insidental” yang mudah dan sederhana, namun tetap dibarengi dengan dampak positif.

Meskipun harus saya akui, saya masih harus memaksa diri saya demi menumbuhkan kecintaan untuk beres-beres rumah.

2. Habiskan beberapa saat setiap hari di alam terbuka (dalam cuaca apapun)

Have You Heard of Sisu

Seperti yang telah saya jelaskan di atas, sebagian besar dari penerapan sisu melibatkan secara aktif proses pencarian kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa dalam tingkatan yang lebih tinggi, dan tujuan ini dapat dicapai dengan, salah satunya, menghabiskan waktu di alam.

Rupanya, orang Finlandia memiliki hubungan yang kuat dengan hutan belantara. Mereka juga tergila-gila dengan yang namanya “forest bathing” (mandi hutan, atau istilah yang merujuk kepada salah satu metode penyembuhan dengan menikmati paparan terhadap hutan dan alam bebas).

Bahkan, saking eratnya hubungan antara orang-orang Filandia dengan alam sekitar, muncul perumpamaan yang kira-kira bunyinya seperti ini:

“Di Finlandia, tidak ada yang namanya cuaca buruk. Yang ada cuma pemilihan pakaian yang tidak tepat dengan cuaca hari itu. Jadi, berapa pun usia Anda, Anda harus keluar, baik itu ketika turun hujan atau salju, dan nikmati manfaat yang menyertainya.”

Bagi kita-kita yang selama ini belum menghabiskan cukup waktu untuk terhubung dengan alam, dan merasa metode ini barangkali bisa meredakan kegelisahan, rasa lelah, dan keputusasaan yang diam-diam mencekik kita, tidak ada ruginya mencoba trik kedua ini.

3. Manfaatkan sauna dan berenang di air sedingin es

Have You Heard of Sisu

Di samping fenomena Aurora borealis-nya yang memikat hati, Finlandia juga terkenal berkat kegemaran penduduknya untuk bersauna dan berenang di musim dingin (winter swimming).

Sepertinya, tidak berlebihan untuk menyebut keduanya sebagai identitas nasional dari Negara Seribu Danau tersebut.

Di bukunya, Katja mengakui betapa winter swimming telah mengubah hidupnya.

Mengutip pengakuannya:

“Aku mulai menganggap laut sebagai ‘apotek’, karena tampaknya banyak rasa sakit dan masalah yang kuhadapi yang tertinggal di dalam air. … Mencelupkan diri ke dalam air sedingin es menjadi obat alami untuk banyak penyakit yang kuderita, mulai dari kelelahan dan stres, serta depresi, hingga otot tegang dan leher kaku.”

Namun, bagaimana dengan kita?

Tentu, di negara tropis seperti Indonesia, kelihatannya mustahil jika tiba-tiba terdapat musim dingin yang sanggup membekukan seluruh danau dan waduk yang ada.

Tetapi, itu tidak menghalangi kita untuk membuktikan kebenaran dari klaim Katja perihal khasiat winter swimming.

Cukup dengan menghabiskan 30 detik berdiri di bawah pancuran air dingin di kamar mandi dapat memberikan efek serupa.

Sayangnya, saya belum terpikirkan opsi lain untuk meniru pengalaman berada di dalam sauna.

Apa Kawan punya ide?

4. Bijaksana dalam memilah apa yang dikonsumsi oleh tubuh

Have You Heard of Sisu

Siapa yang tahu jika pola makan yang sehat telah terbukti berkhasiat bagus bagi kesehatan fisik dan mental? Ayo, angkat tangan!

Dari apa yang disampaikan oleh Katja di dalam bukunya, bisa disimpulkan bahwa pola makan orang-orang di negara-negara Nordik seperti Skandinavia, Finlandia, dan Islandia, cenderung sederhana dan didasarkan pada pilihan-pilihan yang bijaksana.

Seporsi makanan mencakup ½ sayur-sayuran, ¼ nasi atau pasta, serta ¼ sisanya adalah daging (yang sekilas mengingatkan saya pada kampanye “Isi Piringku” yang digiatkan oleh Kementrian Kesehatan).

Berkat penuturan Katja, saya jadi tahu, ternyata orang Finlandia selain cenderung makan buah dan sayuran organik, mereka juga sering kali memetik buah beri dan jamur untuk dikonsumsi sendiri di hutan.

Ini artinya mereka jarang membeli makanan dari luar, kecuali untuk merayakan event spesial.

Bukankah kebiasaan ini sangat baik untuk diterapkan terutama di saat-saat seperti sekarang?

Bukan cuma menilik dari faktor keamanannya saja. Dengan membiasakan untuk memasak sendiri, kita bisa secara pasti mengetahui apa-apa saja yang masuk ke dalam tubuh kita.

Saya pun mulai menikmati kegiatan yang satu ini, loh.

Iya, saya akui kemampuan memasak saya masihlah payah. Tetapi, untuk mengakalinya, saya bereksperimen dengan memasak menu-menu yang sederhana plus mudah ditiru oleh pemula.

Misalnya, memasak sayur sop makaroni, tumis kangkung, dsb, yang jelas-jelas tidak membutuhkan skill level tinggi dalam proses pengolahannya.

Selain sehat, rasanya juga lezat!

5. Amalkan minimalisme dan kesederhanaan

Have You Heard of Sisu

Membaca “The Finnish Way: Finding Courage, Wellness, and Happiness Through the Power of Sisu” menambah daftar panjang saya tentang hal-hal gres terkait orang Finlandia di samping sisu yang baru saya ketahui setelah menamatkan bacaan saya, yang faktanya, mungkin bukan hal baru jika banyak orang Finlandia diketahui selalu berpikir serius tentang desain, pola konsumsi, dan lingkungan mereka.

Untuk mempraktikkan sisu, kita perlu belajar dari kepedulian orang-orang Finlandia terhadap lingkungan.

Setiap kali kita hendak berbelanja, pertimbangkan pola konsumsi kita.

Ke mana barang ini akan pergi setelah habis daya gunanya?

Bisakah itu dijual kembali? Atau disumbangkan?

Apakah memungkinkan untuk membeli barang bekas daripada yang baru?

Katja juga merekomendasikan para pembacanya untuk berinvestasi dengan membeli barang-barang yang dibuat dengan baik alih-alih memborong produk berharga murah namun dengan kualitas buruk, yang kemungkinan besar akan berakhir di tong sampah dalam waktu cepat.

Betul, biaya yang dikeluarkan akan sedikit lebih mencekik di awal, tetapi harga tersebut sepadan dengan keawetannya.

Dan, setelah diperhitungkan kembali, keputusan itu justru menyelamatkan keuangan kita dalam jangka panjang.

6. Ambil langkah kecil untuk mencapai tujuan besar

Have You Heard of Sisu

Kita barangkali kerap menunda-nunda mewujudkan impian kita.

Memang, mudah untuk berhenti di tengah jalan setelah menyadari bahwa tidak ada kesuksesan yang bisa dicapai hanya dalam satu atau dua hari.

Sayangnya, begitulah fakta yang ada.

Sama seperti Roma yang tidak dibangun dalam semalam, segala sesuatu yang ingin kita capai juga memerlukan proses. Proses-proses tersebut bahkan mungkin bisa memakan waktu yang lama.

Tetapi tidak mengapa.

Ketahuilah, jika kita mengambil langkah-langkah kecil untuk mencapai tujuan kita, kemungkinan untuk sukses akan meningkat.

Ibarat peribahasa, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Maknanya, upaya kecil yang diusahakan terus-menerus pasti akan membuahkan hasil.

Katja menjelaskan bahwa kita perlu waktu.

Jangan terburu-buru.

Baik itu membiasakan diri untuk mandi air dingin setiap hari, atau mengontrol pola makan kita, kita perlu menyediakan waktu agar kebiasaan-kebiasaan yang serba asing tersebut menjadi bagian dari hidup kita.

Dan, yang terpenting, kita harus tekun. Inilah strategi untuk menguatkan daya tahan kita dalam menghadapi segala rintangan yang menghadang.

Dan ketahanan yang kuat itulah yang menjadi prinsip dasar sisu.

 

Take actions.

  • Temukan kesempatan untuk melakukan latihan “insidental” dan pandang bergerak aktif sebagai sumber kesembuhan dari berbagai jenis penyakit.
  • Habiskan beberapa saat setiap hari di alam terbuka (dalam cuaca apapun).
  • Manfaatkan sauna dan berenang di air sedingin es (atau mungkin awali dengan mandi air dingin setiap harinya).
  • Bijaksanalah dalam memilah apa yang dikonsumsi oleh tubuh.
  • Amalkan minimalisme dan kesederhanaan.
  • Ambil langkah kecil untuk mencapai tujuan besar.

10 komentar

  1. Hay mbak Ila membaca tulisan ini membuat saya ingin baca juga buku yang direkomendasikan di atas. Poin kedua tentang "...Habiskan beberapa saat setiap hari di alam terbuka" itu yang menarik karena saya rindu alam terbuka, Olaraga apalagi, semenjak corona nyaris tidak ada kegiatan itu, barangkali gerak atau jagling bola depan teras rumah jadi solusi.

    Mbak ila terima kasih sudah mengingatkan hal baik ini kepada kami semua. Salam sehat dan terus berkarya. Mohon maaf saya kunjungi dengan blog "dinas" hehehe blog satunya belum diupdate hehehe..

    Salam ^^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas Martin. Terutama bagi kaum "urbanites" yang tinggal di perkotaan. Akses ke alam terbuka agaknya lebih sulit daripada mereka-mereka yang tinggal di pedesaan. Tetapi alternatif-alternatif itu tentunya ada. Seperti yang Mas Martin sarankan, bisa diganti dengan pemanasan ringan atau juggling bola di depan rumah. Intinya sih supaya nggak terjebak di dalam rumah terus seharian.

      Haha, it's okay, Mas Martin. Saya selalu senang menyambut kunjungan Mas Martin di blog saya.

      Hapus
  2. Halo Mba Ila.. Ya ampun tulisannya wow banget.. saya jadi penasaran sama bukunya..
    Saya Sisu malah baru dngar kali ini dan mengerti apa maksudnya setelah baca artikel mba Ila... seperti Sisu saya belum benar2 berkembang. Secara kadang saya masih sering jatuh kalau ada masalah yg tiba2 datang.. heheh

    Makasih Mba Ila buat penjelasannya.. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, Mas Bayu. Hmmm saya sendiri juga masih cenderung begitu kok, Mas, tetapi lebih baik berproses daripada enggak sama sekali. Juga, yang terpenting kita nggak pernah berhenti mencoba untuk bangkit kembali!

      Sama-sama, Mas Bayu, senang rasanya penjelasan saya tersampaikan dengan baik.

      Hapus
  3. Hi, mba Ila 😁 Terima kasih sebelumnya sudah berkunjung ke blog saya, hehehe, saya jadi tau ada blog keren seperti blog mba Ila yang topiknya menarik untuk dibaca 😍

    By the way, beberapa tips yang mba bagikan di atas, saya sudah menjalankannya dan memang terbukti, hidup jadi lebih baik dan menyenangkan. On top of that, lebih relaks, seperti memilih makanan yang tepat untuk tubuh, meski belum bisa se-clean orang Finlandia sebab saya masih makan gorengan kadang ðŸĪĢ Dan mengenai hidup minimalis, yang seriously sukses memberi rasa peaceful untuk saya. Mungkin karena beban akan kebendaan jadi nggak banyak, meski (again) hasrat belanja kadang suka datang tanpa diundang hahahahahaha ðŸĪŠ

    Dan untuk poin paling akhir, saya setujuuuuu, sejak saya mengubah cara saya melihat sesuatu, dari yang kecil-kecil untuk tujuan yang besar, segala sesuatu menjadi lebih mudah ~ mungkin karena yang dicentrang semakin banyak, jadi saya bisa lebih bersyukur dengan setiap achievement saya, though kadang, achievement-nya sebatas bisa tulis post hari ini, atau sesederhana bisa tutup hari dengan minum tea 🙈 hehehe.

    Thank you untuk tulisan bagusnya, ditunggu tulisan menarik lainnya, mba Ila 💕

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kembali buat kunjungan baliknya, Mbak Eno. Oh, ya? Wah, bagus dong, Mbak Eno. Keep up the good job, ya!

      Sama, saya juga belum sepenuhnya bisa praktik sisu di segala aspek kehidupan saya, tetapi minimal saya sudah mulai nyobain buat perubahan, baik itu dari segi diet ataupun lifestyle. Karena sama seperti Mbak Eno, saya juga doyan nyemil gorengan, dan tiap ada uang berlebih dari gaji bulanan entah kenapa rasanya diri ini nggak tahan buat belanja ini-itu, apalagi barang-barang unik (yg sebenernya kurang berguna, hihihi).

      Baby steps matter kok, Mbak Eno. Juga, kan lebih baik ada hasil yg dicapai ketimbang nggak sama sekali.

      Noted, Mbak Eno. Jangan bosan-bosan mampir kemari lagi, ya.

      Hapus
  4. bukunya menarik juga mbaaa.. saya baru tau istilah "sisu" ini.
    harus diaplikasiin nih tips2 nya agar bisa mencapai kebahagiann diri..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, Mbak Thya. Saya juga baru tahu tentang sisu ya dari buku ini. Di blog-blog luar banyak juga yg ngebahas topik serupa. Mungkin Mbak Thya bisa baca juga andai mau tahu versi lengkapnya, hehe, secara saya cuma nyampein intisarinya aja di sini.

      Boleh disesuaikan lagi dengan kebutuhan dan kepribadian masing-masing kok, Mbak. Nyatanya definisi kebahagiaan juga beda-beda untuk masing-masing orang, jadi mungkin cara pencapaiannya juga berbeda. Tips-tips ini cuma menilik dari sudut pandang negeri tersebut. Mencari kebahagiaan bukan one-method-fits-all, untungnya, hehehehe.

      Hapus
  5. Saya kira kata "Sisu" itu termasuk dalam Bahasa Jepang. Ternyata bukan ya, Mbak. Bukunya keren nih jadi pengen baca. Dan di bulan Januari 2021 ini aku belum membaca buku sama sekali.


    Aku pun kalau lagi sedih, jenuh, atau bosan gitu biasanya aku jalan-jalan ke kebun atau sawah di dekat rumah. Kadang-kadang ke sungai juga sih. Tapi udah lama banget aku nggak ke hutan. Jadi kangen hutan.


    Aku pun sedang belajar hidup minimalis dengan belanja sesuai kebutuhan aja bukan karena keinginan semata. Tapi kadang masih pengen belanja ini itu karena promo flash sale.

    BalasHapus
  6. Tulisannya Sangat Inspiratif Mbak.. Hanya, selama masa pandemi dimana orang-orang kebanyakan rebahan, saya jadi takut penyakit2 akut malah menjamur... Mari bergerak kawan-kawan...

    BalasHapus

Hey, what did you think of the article? Join the discussion and let me know below!